Sabtu, 11 Desember 2010
Bila Hak Bayi Peroleh ASI Eksklusif "Ternoda"
Diposting oleh
oneBlitz
di
00.19
oneblitz- SELAMA sembilan bulan mengandung anak pertamanya, Rizky Prana (28) begitu haus akan pengetahuan tentang kehamilan dan pascamelahirkan. Terlebih informasi soal Air Susu Ibu (ASI).
Rizky yang mantan pramugari ini rajin memburu informasi –selain dari dokter pribadinya- juga dari koran, majalah, hingga bertanya pada mesin pencari di internet. Berbagai literatur tentang ASI dilahapnya. Hingga dia tiba pada keyakinan untuk menyusui bayi yang akan dilahirkannya: secara eksklusif selama enam bulan!
Lingkungan VS Hak Bayi
ASI Ekslusif adalah hak bayi! Begitu gencarnya kampanye tentang ASI hingga negara pun sudah menjamin hak bayi tersebut dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 128 Ayat 1 yang berbunyi, "Setiap bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis." Tapi bila kemudian lingkungan sekitar kurang mendukung si ibu menyusui, sungguh ironis!
Masih diceritakan oleh Rizky, selama dua hari setelah melahirkan, ASI-nya tidak keluar dan orang terdekatnya -ibu kandung- menyarankan agar bayi cantik yang diberi nama Renatta Nafeeza Chairullah (5 bulan) ini segera disusui formula saja.
"Wah, saya sempat panik karena IMD (Inisiasi Menyusui Dini) saya tidak berjalan lancar. ASI tidak keluar selama dua hari. Tapi saya tahu walaupun dua hari tidak diberi asupan, bayi masih bisa bertahan hidup karena masih mempunyai cadangan makanan yang dia bawa sejak dalam kandungan. Jadi saya masih menunggu dan tidak mau langsung kasih Renatta susu formula. Malah Ibu saya yang repot nggak sabaran mau kasih formula," cerita Rizky yang kemudian meminta bantuan dokter untuk memberi penjelasan kepada sang mama.
Berkaitan dengan hal tersebut, dr Nanis Sacharina Marzuki, SpA, IBCLC, seorang dokter spesialis anak dari Eijkman Institute for Molecular Biology, yang sangat concern mengenai ASI Eksklusif menekankan, ASI yang keluar pada hari-hari pertama memang sedikit.
"Yang keluar adalah kolostrum dan jumlahnya hanya 1-2 cc. Lambung bayi pada hari pertama pun besarnya hanya sebesar kelereng. Jadi tidak akan ada istilah bayi kelaparan pada hari-hari pertamanya. Dibantu juga dengan cadangan lemak cokelat yang dia dapat dari ibunya waktu di kandungan sehingga dengan begitu bisa mempertahankan bayi tetap hidup," ungkap spesialis anak lulusan Universitas Indonesia ini.
Pentingnya Sosialisasi ASI Eksklusif
Berkaca dari kasus Rizky di atas, tampak orang-orang terdekatnya pun belum tersosialisasikan dengan baik mengenai ASI Eksklusif.
Nanis menekankan, seorang ibu yang ingin menyusui bayinya secara eksklusif, pertama dia harus bicara kepada pasangannya.
"Upayakan keputusan menyusui ini bukan hanya datang dari ibu, bukan hanya kebutuhan dia, tapi ini adalah kebutuhan kita sekeluarga. Keputusan bersama dengan suami," tutur perempuan kelahiran Makassar, 1 Februari 1967 ini.
Selain itu, ajak suami untuk bersama-sama mencari informasi tentang menyusui, apa yang nanti akan dihadapi, termasuk membicarakannya dengan orangtua masing-masing.
"Bicarakan kemauan bahwa 'saya nanti mau menyusui', 'saya mau ASI Eksklusif 6 bulan', saya tidak mau ada formula selama enam bulan masuk ke dalam tubuh anak saya! Itu harus tegas dibicarakan sehingga orangtua, mertua, atau siapapun itu tahu porsinya. Kita sudah sosialisasi sejak jauh hari sebelum bayi lahir," tegas Nanis.
Hal senada juga dikatakan oleh Jovita Maria Ferliana, M.Psi. Psikolog, dari RS Royal Taruma Jakarta Barat. Bila lingkungan tidak mendukung ASI ekslusif, baiknya Mom bersama suami menjelaskan kepada lingkungan, misal mertua, tetangga atau orangtua sendiri mengenai manfaat ASI.
"Beri pengertian pada mereka dalam suasana santai, dengan memerhatikan tutur bahasa dan kalimat yang sopan. Bila perlu, tunjukkan pula beberapa referensi misalnya artikel dari tabloid, majalah, atau apa saja kepada mereka," saran Jovita.
Hal lain yang dapat dilakukan adalah mengajak mereka untuk mendengarkan pendapat ahli (dokter, psikolog) dengan cara berkonsultasi langsung atau mendengarkan seminar yang terkait.
"Pada akhirnya, mom sendiri harus yakin bahwa pemberian ASI ekslusif merupakan pilihan yang terbaik. Selebihnya, jelaskan pada lingkungan mengenai keyakinan Mom tersebut," tambah Jovita.
Menghadapi Paparan Mitos
Bayi mungil Rizky kini sudah berusia lima bulan. Sebentar lagi ASI Eksklusifnya berakhir kemudian akan berganti dengan Makanan Pendamping ASI (MPASI) nanti. Lagi-lagi sang mama tidak sabaran.
"Sejak tiga bulan Mama ingin sekali ngasih makan Renatta dengan pisang. Padahal kalau belum enam bulan enggak boleh dikasih makan selain ASI. Saya sampai berulang kali menjelaskan kepada mama," keluh Rizky.
"Usus bayi baru lahir belumlah sempurna. ASI yang kemudian akan menyempurnakannya. Dalam ASI ada faktor menyempurnakan pertumbuhan sel-sel di dalam tumbuh, melindungi dari kuman-kuman jahat, menyeimbangkan flora usus. Ketika asupan lain di luar ASI masuk terlalu cepat akan mengganggu sistem pencernaannya yang belum sempurna," jelas Nanis.
Sedangkan jika dilihat dari kacamata psikologis, apa yang dialami Rizky dapat saja menyebabkan kebingungan dan kecemasan.
"Cemas dan bingung karena menghadapi situasi di mana ia harus menentukan jalan yang terbaik bagi dirinya dan buah hati. Ia juga mengalami ketakutan, takut bila keputusan yang diambilnya salah. Untuk sebagian orang yang memiliki status mental dan kepribadian yang labil, ia dapat menjadi depresi bila ternyata keputusan yang diambil salah. Bila ia merasa salah dalam mengambil keputusan, Ia juga dapat menyalahkan lingkungan serta menjadi kurang dapat memercayai orang lain," terang Jovita.
Dukungan Rumah Sakit
Selain suami, orangtua, mertua, sahabat, tetangga, serta orang terdekat lainnya, jangan lupakan juga lingkungan lain yang juga memberi banyak pengaruh. Yakni Rumah Sakit dan perusahaan tempat Mom kembali bekerja setelah usai cuti melahirkan.
Survei dulu sebelumnya, pilih rumah sakit yang pro ASI. "Dari awal sudah cari-cari rumah sakit mana yang mendukung. Dimana yang dia bisa IMD, rumah sakit yang betul-betul bisa mendukung dia. Dimana dokter anak, dokter obgyn yang bisa memfasilitasi dia untuk ASI," saran Nanis lagi.
Bagi ibu bekerja, Nanis memberi masukan agar bicara dengan tempat dimana ibu bekerja. "Katakan bahwa ia akan menyusui ASI Eksklusif selama enam bulan, akan membutuhkan waktu dan tempat untuk memerah. Bicarakan hal ini dengan atasan. Kita tidak bisa memerah di toilet. Suasananya tidak enak, tidak nyaman, tidak tenang. Ini yang akan membuat produksi ASI menurun. Hal-hal seperti ini perlu dijelaskan ke pimpinan agar mengusahakan tempat menyusui yang layak," tutupnya.
sumber-okezone
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar